Rabu, 17 Maret 2010

Mengapa Nabi Sering Berlindung dari Hutang?

Dalam sebuah do’a yang dibaca di akhir shalat (sebelum salam), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan dari dua hal ini yaitu berbuat dosa dan banyak utang. Bukhari membawakan hadits ini pada pembahasan adzan, sedangkan Muslim membawakan hadits ini pada pembahasan masjid dan tempat shalat.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa di akhir shalat (sebelum salam):

ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN FITNATIL MASIHID DAJJAL, WA A’UDZU BIKA MIN FITNATIL MAHYA WAL MAMAAT, ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGROM

“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari adzab kubur, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan hidup dan mati. Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari berbuat dosa dan banyak utang.”

Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak utang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.

Itulah yang diajarkan oleh suri tauladan kita. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdoa meminta perlindungan dari kedua hal ini dengan tujuan agar tidak merugi di dunia dan akhirat.

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan banyak utang. Kami juga berlindung kepada-Mu dari kerugian di dunia dan akhirat. AMIN …

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Bagaimana Menjadi Lebih Menguntungkan?


Salah satu hal pertama yang saya tanyakan pada pengusaha adalah bagaimana mereka menggunakan waktunya. Dan bagaimana orang-orang mereka menghabiskan waktunya. Seringkali mereka tidak mengetahuinya. Menurut saya, tidak masalah, jika mereka tidak peduli apakah mereka menghasilkan uang atau tidak. Apakah Anda tahu berapa banyak waktu yang digunakan dalam bisnis? Jika Anda tidak menghitung jam, dan hanya sedikit dari kita yang melakukannya, saya yakin Anda tidak akan melakukannya, dan Anda punya beragam alasan mengapa sulit melacaknya, dsb.

“Saya banyak melakukan hal yang berbeda, jadi tidak memungkinkan untuk menuliskannya semua.” “Saya tidak ingin orang saya menghabiskan hari dengan melacak waktu mereka.”

Saya mendengar Anda. Tapi saya ajak Anda mencoba tes kecil, dan lihat jika Anda tidak setuju dengan saya, dimana:

PRODUKTIVITAS = PROFITABILITY.

Dan ketika Anda memiliki usaha jasa, waktu Anda adalah alat produktivitas terbesar.

Cobalah tes ini selama 3 hari, atau seminggu jika Anda bisa melakukannya; rekam segala hal yang bisa Anda lakukan. Jika tidak bisa atau tidak teratur, Anda hanya perlu melakukan review, dan setiap kali Anda merubah fungsi, tuliskan waktu dan apa yang Anda kerjakan. Seperti berikut ini:

8:30 kopi , 8:45 membuat rencana harian 9:00 menelpon klien 10:15 ke kantor pos 10:45 menulis salinan web site baru 12:15 makan siang, dsb.

Saat Anda mengumpulkan informasi yang mencukupi (setidaknya 3 hingga 5 hari kerja normal), kembali dan tinjau kembali . Tandai waktu yang Anda gunakan untuk kegiatan yang menghasilkan pendapatan – hal-hal yang bisa Anda jual.

Kemudian tinjau kembali dan tandai waktu yang Anda keluarkan untuk mengerjakan pekerjaan yang produktif – memasarkan perusahaan Anda atau prospek klien baru – kali ini dengan warna yang berbeda.

Anda bisa menganggap sisa waktu yang ada sebagai waktu yang tidak menghasilkan pendapatan.

Bagaimana Anda menyusunnya? Hitung jumlah waktu yang sudah Anda rekam dan buat skor untuk:

Prosentase waktu yang digunakan untuk aktivitas yang menghasilkan pemasukan, prosentase waktu yang digunakan untuk menghasilkan kegiatan yang menghasilkan pendapatan, prosentase waktu yang digunakan untuk kegiatan non pendapatan. Ketiganya harus 100% total waktu Anda.

Kebanyakan pengusaha terkejut dengan jumlah waktu yang mereka gunakan untuk melakukan aktivitas yang tidak menghasilkan pendapatan. Benar, seseorang harus melakukan pekerjaan tersebut.

Sebagai pemilik, waktu Anda harus dipisah antara melakukan kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan kegiatan yang mempertahankan pendapatan tersebut, tergantung pada ukuran dan jenis usaha Anda. Setelah Anda menyelesaikan tes Anda, berikan pada anggota tim – Anda juga perlu tahu apa yang mereka kerjakan.

Saya tidak memberikan Anda prosentase atas apa yang menjadi tujuan bisnis Anda, saya tidak mengenal Anda atau bisnis Anda. Yang saya katakan, Anda harus melihat apa yang Anda kerjakan dengan waktu Anda. Dan jika Anda ingin pendapatan yang lebih, Anda harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk aktivitas yang menghasilkannya, dan waktu yang lebih sedikit untuk kegiatan yang tidak menghasilkan.

Oleh: Marcia Hoeck mengajarkan strategi pengusaha untuk menciptakan usaha yang bisa berjalan tanpa mereka.

Sumber: http://www.leadershiparticles.net

Minggu, 04 Oktober 2009

AYAT-AYAT ALLAH TA'ALA DI BUMI PADANG

Gempa besar berkekuatan 7,6 Skala Richter melantakkan kota Padang dan sekitarnya pukul 17.16 pada tanggal 30 September lalu. Gempa susulan terjadi pada pukul 17.58. Keesokan harinya, 1 Oktober kemarin, gempa berkekuatan 7 Skala Richter kembali menggoyang Jambi dan sekitarnya tepat pukul 08.52.

Adalah ketetapan Allah Swt jika bencana ini bertepatan dengan beberapa momentum besar bangsa Indonesia, dulu dan sekarang:

Pertama, tanggal 1 Oktober merupakan hari pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 yang menuai kontroversi. Acara seremonial yang sebenarnya bisa dilaksanakan dengan amat sederhana itu ternyata memboroskan uang rakyat lebih dari 70 miliar rupiah. Hal ini dilakukan di tengah berbagai musibah yang mengguncang bangsa ini. Dan kenyataan ini membuktikan jika para pejabat itu tidak memiliki empati sama sekali terhadap nasib rakyat yang kian hari kian susah.

Bukan mustahil, banyak kaum mustadh’afin yang berdoa kepada Allah Swt agar menunjukkan kebesaran-Nya kepada para pejabat negara ini agar mau bersikap amanah dan tidak bertindak bagaikan segerombolan perampok terhadap uang umat.

Satu lagi, siapa pun yang berkunjung ke Gedung DPR di saat hari pelantikan tersebut akan mencium aroma kematian di mana-mana. Entah mengapa, pihak panitia begitu royal menyebar rangkaian bunga Melati di setiap sudut gedung tersebut. Bunga Melati memang bunga yang biasanya mengiringi acara-acara sakral di negeri ini, seperti pesta perkawinan dan sebagainya. Namun agaknya mereka lupa jika bunga Melati juga biasa dipakai dalam acara-acara berkabung atau kematian.

Kedua, 44 tahun lalu, tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965 merupakan tonggak bersejarah bagi perjalanan bangsa dan negara ini. Pada tanggal itulah awal dari kejatuhan Soekarno dan berkuasanya Jenderal Suharto. Pergantian kekuasaan yang di Barat dikenal dengan sebutan Coup de’ EtatJenderal Suharto ini, telah membunuh Indonesia yang mandiri dan revolusioner di zaman Soekarno, anti kepada neo kolonialisme dan neo imperialisme (Nekolim), menjadi Indonesia yang terjajah kembali. Suharto telah membawa kembali bangsa ini ke mulut para pelayan Dajjal, agen-agen Yahudi Internasional, yang berkumpul di Washington.

Gempa dan Ayat-Ayat Allah Swt

Segala sesuatu kejadian di muka bumi merupakan ketetapan Allah Swt. Demikian pula dengan musibah bernama gempa bumi. Hanya berseling sehari setelah kejadian, beredar kabar—di antaranya lewat pesan singkat—yang mengkaitkan waktu terjadinya musibah tiba gempa itu dengan surat dan ayat yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an.

“Gempa di Padang jam 17.16, gempa susulan 17.58, esoknya gempa di Jambi jam 8.52. Coba lihat Al-Qur’an!” demikian bunyi pesan singkat yang beredar. Siapa pun yang membuka Al-Qur’an dengan tuntunan pesan singkat tersebut akan merasa kecil di hadapan Allah Swt. Demikian ayatayat Allah Swt tersebut:

17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”

8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”

Tiga ayat Allah Swt di atas, yang ditunjukkan tepat dalam waktu kejadian tiga gempa kemarin di Sumatera, berbicara mengenai azab Allah berupa kehancuran dan kematian, dan kaitannya dengan hidup bermewah-mewah dan kedurhakaan, dan juga dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Ini tentu sangat menarik.

Gaya hidup bermewah-mewah seolah disimbolisasikan dengan acara pelantikan anggota DPR yang memang WAH. Kedurhakaan bisa jadi disimbolkan oleh tidak ditunaikannya amanah umat selama ini oleh para penguasa, namun juga tidak tertutup kemungkinan kedurhakaan kita sendiri yang masih banyak yang lalai dengan ayat-ayat Allah atau malah menjadikan agama Allah sekadar sebagai komoditas untuk meraih kehidupan duniawi dengan segala kelezatannya (yang sebenarnya menipu).

Dan yang terakhir, terkait dengan “Fir’aun dan para pengikutnya”, percaya atau tidak, para pemimpin dunia sekarang ini yang tergabung dalam kelompok Globalis (mencita-citakan The New World Order) seperti Dinasti Bush, Dinasti Rotschild, Dinasti Rockefeller, Dinasti Windsor, dan para tokoh Luciferian lainnya yang tergabung dalam Bilderberg Group, Bohemian Groove, Freemasonry, Trilateral Commission (ada lima tokoh Indonesia sebagai anggotanya), sesungguhnya masih memiliki ikatan darah dengan Firaun Mesir (!).

David Icke yang dengan tekun selama bertahun-tahun menelisik garis darah Firaun ke masa sekarang, dalam bukunya “The Biggest Secret”, menemukan bukti jika darah Firaun memang menaliri tokoh-tokoh Luciferian sekarang ini seperti yang telah disebutkan di atas. Bagi yang ingin menelusuri gais darah Fir’aun tersebut hingga ke Dinasti Bush, silakan cari diwww.davidicke.com (Piso-Bush Genealogy), dan ada pula di New England Historical Genealogy Society.

Nah, bukan rahasia lagi jika sekarang Indonesia berada di bawah cengkeraman kaum NeoLib. Kelompok ini satu kubu dengan IMF, World Bank, Trilateral Commission, Round Table, dan kelompok-kelompok elit dunia lainnya yang bekerja menciptakan The New World Order. Padahal jelas-jelas, kubu The New World Order memiliki garis darah dengan Firaun. Kelompok Globalis-Luciferian inilah yang mungkin dimaksudkan Allah Swt dalam QS. Al Anfaal ayat 52 di atas. Dan bagi pendukung pasangan ini, mungkin bisa disebut sebagai “…pengikut-pengikutnya.”

Dengan adanya berbagai “kebetulan” yang Allah Swt sampaikan dalam musibah gempa kemarin ini, Allah Swt jelas hendak mengingatkan kita semua. Apakah semua “kebetulan” itu sekadar sebuah “kebetulan” semata tanpa pesan yang berarti? Apakah pesan Allah Swt itu akan mengubah kita semua agar lebih taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya? Atau malah kita semua sama sekali tidak perduli, bahkan menertawakan semua pesan ini sebagaimana dahulu kaum kafir Quraiys menertawakan dakwah Rasulullah Saw? Semua berpulang kepada diri kita masing-masing.Wallahu’alam bishawab. (Ridyasmara) 

Kamis, 01 Oktober 2009

Nasehat Untuk Para Teroris



 

Penulis : Ustadz Sofyan Chalid 

 

(Disertai Peringatan: Cadar, Celana Ngatung dan Janggut Bukan Ciri-ciri Teroris) 

 

Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala kita mengadukan segala fitnah dan ujian yang mendera, akibat ulah 

sekolompok anak muda yang hanya bermodalkan semangat belaka dalam beragama namun tanpa disertai kajian 

ilmu syar‟i yang mendalam dari al-Qur‟an dan as-Sunnah serta bimbingan para Ulama, kini ummat Islam secara 

umum dan Ahlus Sunnah (orang-orang yang komitmen dengan Sunnah Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam) secara 

khusus harus menanggung akibatnya berupa celaan dan citra negatif sebagai pendukung terorisme. 

Aksi-aksi terorisme yang sejatinya sangat ditentang oleh syari‟at Islam yang mulia ini justru dianggap sebagai bagian 

dari jihad di jalan Allah, sehingga pelakunya digelari sebagai mujahid, apabila ia mati menjadi syahid, pengantin 

surga dan calon suami bidadari... 

Demi Allah, akal dan agama mana yang mengajarkan terorisme itu jihad...?! Akal dan agama mana yang 

mengajarkan buang bom di sembarang tempat itu amal saleh...?! 

Maka berikut ini kami akan menunjukkan beberapa penyimpangan terorisme dari Syari‟at Islam dan menjelaskan 

beberapa hukum jihad syar‟i yang diselisihi para Teroris, berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah serta keterangan para 

Ulama Ahlus Sunnah wal Jama‟ah para pengikut generasi Salaf (generasi Sahabat Rasulullah shallallahu‟alaihi wa 

sallam). 

 

Pelanggaran- pelanggaran hukum Jihad Islami yang dilakukan Teroris: 

Pelanggaran Pertama: Tidak memenuhi syarat-syarat Jihad Islami 

Jihad melawan orang kafir terbagi dua bentuk; jihad difa‟ (defensif, membela diri) dan jihad tholab (ofensif, memulai 

penyerangan lebih dulu), adapun yang dilakukan oleh para Teroris tidak diragukan lagi adalah jihad ofensif, sebab 

jelas sekali mereka yang lebih dulu menyerang, bahkan menyerang orang yang tidak bersenjata. 

Dalam jihad defensif, ketika ummat Islam diserang oleh musuh maka kewajiban mereka untuk membela diri tanpa 

ada syarat-syarat jihad yang harus dipenuhi (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah hal. 532 

dan Al-Fatawa Al-Kubrô 4/608). 

Namun untuk ketegori jihad ofensif terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum melakukan jihad 

tersebut. Disinilah salah satu perbedaan mendasar antara jihad dan terorisme. Bahwa jihad terikat dengan aturan- 

aturan yang telah ditetapkan Allah Ta‟ala dalam syari‟at-Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan 

tersebut. Maka inilah syarat-syarat jihad ofensif kepada orang-orang kafir yang dijelaskan para Ulama: 

Syarat Pertama: Jihad tersebut dipimpin oleh seorang kepala negara 

Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, Rasulullah shollallahu „alaihi wa „ala alihi wa sallam bersabda: 

 ٌتَُّْج ًُاٍَِْ 

لْا اَََِّّإَٗ ِّٜاَصَػ ْدَقَف َسٍَِْٞ 

لْا ِصْؼَٝ ٍََِْٗ َِْٜػاَطَأ ْدَقَف َسٍَِْٞ 

لْا ِغِطُٝ ٍََِْٗ ََّٔيىا َٚصَػ ْدَقَف ِّٜاَصَػ ٍََِْٗ ََّٔيىا َعاَطَأ ْدَقَف َِْٜػاَطَأ ٍَِْ 

ِِٔب َٚقَّتَُٝٗ ِِٔئاَزَٗ ٍِِْ ُوَتاَقُٝ 

“Siapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah, dan siapa yang bermaksiat terhadapku maka 

sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan siapa yang taat kepada pemimpin maka sungguh ia telah taat 

kepadaku, dan siapa yang bermaksiat kepada pemimpin maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku. Dan 

sesungguhnya seorang pemimpin adalah tameng, dilakukan peperangan dibelakangnya, dan dijadikan sebagai 

pelindung.” (HR. Al-Bukhary no. 2957 (konteks di atas milik Al-Bukhary), Muslim no. 1835, 1841, Abu Daud no. 2757 

dan An-Nasa`i 7/155). 

Berkata al-Imam an-Nawawy rahimahullah, “Dan makna “dilakukan peperangan dibelakangnya” yaitu dilakukan 

peperangan bersamanya melawan orang-orang kafir, Al-Bughôt (para pembangkang terhadap penguasa), kaum 

khawarij dan seluruh pengekor kerusakan dan kezholiman.” (Syarah Muslim 12/230). 

Syarat Kedua: Jihad tersebut harus didukung dengan kekuatan yang cukup untuk menghadapi musuh. Sehingga 

apabila kaum Muslimin belum memiliki kekuatan yang cukup dalam menghadapi musuh, maka gugurlah kewajiban 

tersebut dan yang tersisa hanyalah kewajiban untuk mempersiapkan kekuatan 

Allah Subhânahu wa Ta‟âlâ menegaskan : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian 

sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan 

musuh Allah dan (yang juga) musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; 

sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfâl : 60) 

Diantara dalil akan gugurnya kewajiban jihad bila tidak ada kemampuan, adalah hadits An-Nawwâs bin Sam‟ân 

radhiyallâhu „anhu tentang kisah Nabi „Isâ „alaissalâm membunuh Dajjal…, kemudian disebutkan keluarnya Ya`jûj 

dan Ma`jûj, 

َٚسِْٞػ َٚىِإ 

ُ 

الله َٚدَْٗأ ْذِإ ،َلِىَرَم َُٕ٘ اََََْْٞبَف 

 : 

 َُّٔيىا ُجَؼْبََٝٗ ِزُّْ٘طىا َٚىِإ ِْٛداَبِػ ْشِّسَذَف ،ٌِِْٖىاَتِقِب ٍدَدَِ 

لْ ُِاَدَٝ َ 

لَ ِْٜى ًاداَبِػ ُتْجَسْخَأ ْدَق ِِّّْٜإ 

َُُ٘يِسَْْٝ ٍبَدَد ِّوُم ٍِِْ ٌَُْٕٗ َدُْ٘جْأٍََٗ َدُْ٘جْأَٝ … 

“…Dan tatkala (Nabi „Isâ) dalam keadaan demikian, maka Allah mewahyukan kepada (Nabi) „Isâ, “Sesungguhnya Aku 

akan mengeluarkan sekelompok hamba yang tiada tangan (baca: kekuatan) bagi seorangpun untuk memerangi 

mereka, maka bawalah hamba-hamba- Ku berlindung ke (bukit) Thûr.” Kemudian Allah mengeluarkan Ya`jûj dan 

Ma`jûj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi….” (HR. Muslim no. 2937 dan Ibnu Majah 

no. 4075). 

Perhatikan hadits ini, tatkala kekuatan Nabi „Isâ „alaissalâm dan kaum muslimin yang bersama beliau waktu itu lemah 

untuk menghadapi Ya`jûj dan Ma`jûj, maka Allah tidak memerintah mereka untuk mengobarkan peperangan dan 

menegakkan jihad bahkan mereka diperintah untuk berlindung ke bukit Thûr. 

Demikian pula, ketika Nabi shallallahu‟alaihi wa sallam dan para Sahabat masih lemah di Makkah, Allah Ta‟ala 

melarang kaum Muslimin untuk berjihad, padahal ketika itu kaum Muslimin mendapatkan berbagai macam bentuk 

kezhaliman dari orang-orang kafir. 

Berkata Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâh, “Dan beliau (Nabi shollallâhu „alaihi wa „alâ âlihi wa sallam) 

diperintah untuk menahan (tangan) dari memerangi orang-orang kafir karena ketidakmampuan beliau dan kaum 

muslimin untuk menegakkan hal tersebut. Tatkala beliau hijrah ke Madinah dan mempunyai orang-orang yang 

menguatkan beliau, maka beliaupun diizinkan untuk berjihad.” (Al-Jawâb Ash-Shohîh 1/237). 

Syarat Ketiga: Jihad tersebut dilakukan oleh kaum Muslimin yang memiliki wilayah kekuasaan 

Perkara ini nampak jelas dari sejarah Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam, bahwa Beliau diizinkan berjihad oleh 

Allah Subhanahu wa Ta‟ala ketika telah terbentuknya satu kepemimpinan dengan Madinah sebagai wilayahnya dan 

beliau sendiri sebagai pimpinannya. 

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, “Awal disyariatkannya jihad adalah setelah hijrahnya Nabi 

shollallahu„alaihi wa „ala alihi wa sallam ke Madinah menurut kesepakatan para ulama.” (Fathul Bari 6/4-5 dan Nailul 

Authar 7/246-247). 

Demikianlah syarat-syarat jihad dalam syari‟at Islam. Adapun dari sisi akal sehat, bahwa tujuan jihad adalah untuk 

meninggikan agama Allah Ta‟ala sehingga Islam menjadi terhormat dan berwibawa di hadapan musuh, hal ini tidak 

akan tercapai apabila tidak dipersiapkan dengan matang dengan suatu kekuatan, persiapan dan pengaturan yang 

baik. Maka ketika syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, sebagaimana dalam aksi-aksi terorisme, hasilnya justru bukan 

membuat Islam menjadi tinggi, malah memperburuk citra Islam, sebagaimana yang kita saksikan saat ini. 

 

Pelanggaran Kedua: Memerangi orang kafir sebelum didakwahi dan ditawarkan apakah memilih Islam, membayar 

jizyah atau perang 

Pelanggaran ini menunjukkan kurangnya semangat para Teroris untuk mengusahakan hidayah kepada manusia dan 

semakin jauh dari tujuan jihad itu sendiri, padahal hakekat jihad hanyalah sarana untuk menegakkan dakwah kepada 

Allah Ta‟ala. 

Ini juga merupakan bukti betapa jauhnya mereka dari pemahaman yang benar tentang jihad, sebagaimana tuntunan 

Nabi shallallahu‟alaihi wa sallam kepada para Mujahid yang sebenarnya, yaitu para Sahabat radhiyallahu „anhum. 

Dalam hadits Buraidah radhiyallâhu „anhu, beliau berkata: 

 ََِِِْٞيْسَُْىا ٍِِْ َُٔؼٍَ ٍََِْٗ ِ 

الله َْٙ٘قَتِب ِِٔتَّصاَخ ِْٜف ُٓاَصَْٗأ ٍتَِّٝسَس َْٗأ ٍشَْٞج َٚيَػ اًسٍَِْٞأ َسٍََّأ اَذِإ ٌََّيَسَٗ ِِٔىآَٗ َِْٔٞيَػ 

ُ 

الله َّٚيَص ِ 

الله ُهُْ٘سَز َُاَم 

 َكَُّٗدَػ َتِْٞقَى اَذِإَٗ اًدِْٞىَٗ اُْ٘يُتْقَت َلََٗ اُْ٘يِّخََُت َلََٗ اُْٗزِدْغَت َلََٗ اُّْ٘يُغَت َلََٗ اُْٗصْغُأ ِ 

للهاِب َسَفَم ٍَِْ اُْ٘يِتاَق ِ 

الله ِوِْٞبَس ِْٜف ِ 

الله ٌِْساِب اُْٗصْغُأ َهاَق ٌَُّح اًسَْٞخ 

 ٌٍُِْْْٖ ْوَبْقاَف َكُْ٘باَجَأ ُِْإَف ًَِلاْسِْ 

لْا َٚىِإ ٌُُْٖػْدا ٌَُّح ٌَُْْْٖػ َّفُمَٗ ٌٍُِْْْٖ ْوَبْقاَف َكُْ٘باَجَأ اٍَ َُُِّٖتََّٝأَف ٍهاَصِخ ِثَلاَح َٚىِإ ٌُُْٖػْداَف َِِْٞمِسْشَُْىا ٍَِِ 

ٌُْْٖيِتاَقَٗ ِ 

للهاِب ِِْؼَتْساَف اَْ٘بَأ ٌُْٕ ُِْإَف ٌَُْْْٖػ َّفُمَٗ ٌٍُِْْْٖ ْوَبْقاَف َكُْ٘باَجَأ ٌُْٕ ُِْإَف َتَْٝصِجْىا ٌُُْٖيَسَف اَْ٘بَأ ٌُْٕ ُِْإَف ٌَُْْْٖػ َّفُمَٗ 

“Adalah Rasulullah shollallahu „alaihi wa âlihi wa salllam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan pasukan beliau 

memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah dan (wasiat pada) orang-orang yang 

Wahyu Kresna El Haidar | http://elfaruq.wordpress.com 3 

 

bersamanya dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata, “Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, 

bunuhlah siapa yang kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan perang dan 

janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsîl (mencincang atau merusak mayat) dan janganlah 

membunuh anak kecil dan apabila engkau berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwailah mereka 

kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah 

(tangan) terhadap mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka 

dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan 

apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka 

menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka”. (HR. Muslim no. 1731, Abu Dâud no. 

2613, At-Tirmidzy no. 1412, 1621, An-Nasâ`i dalam As-Sunan Al-Kubrô no. 8586, 8680, 8765, 8782 dan Ibnu Mâjah 

no. 2857, 2858). 

 

Pelanggaran Ketiga: Membunuh orang Muslim dengan sengaja 

Kami katakan bahwa mereka sengaja membunuh orang Muslim yang tentu sangat mungkin berada di lokasi 

pengeboman karena jelas sekali bahwa negeri ini adalah negeri mayoritas Muslim, dan mereka sadar betul di sini 

bukan medan jihad seperti di Palestina dan Afganistan, bahkan mereka tahu dengan pasti kemungkinan besar akan 

ada korban Muslim yang meninggal. 

Tidakkah mereka mengetahui adab Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam sebelum menyerang musuh di suatu 

daerah?! Disebutkan dalam hadits Anas bin Mâlik radhiyallâhu „anhu: 

 ٌَْى ُِْإَٗ ٌَُْْْٖػ َّفَم اًّاَذَأ َغََِس ُِْإَف َسُظََْْٝٗ َخِبْصُٝ َّٚتَد اَِْب ُْٗصْغَٝ ُِْنَٝ ٌَْى اًٍَْ٘ق اَِْب اَصَغ اَذِإ َُاَم ٌََّيَسَٗ ِِٔىآ َٚيَػَٗ َِْٔٞيَػ 

ُ 

الله َّٚيَص َِّٜبَّْىا ََُّأ 

ٌَِْْٖٞيَػ َزاَغَأ اًّاَذَأ ْغََْسَٝ 

“Sesungguhnya Nabi shollallâhu „alaihi wa „alâ âlihi wa sallam apabila bersama kami untuk memerangi suatu kaum, 

beliau tidak melakukan perang tersebut hingga waktu pagi, kemudian beliau menunggu, apabila beliau mendengar 

adzan maka beliau menahan diri dari mereka dan apabila beliau tidak mendengar adzan maka beliau menyerang 

mereka secara tiba-tiba. ”(HR. Al-Bukhâri no. 610, 2943, Muslim no. 382, Abu Daud no. 2634, dan At-Tirmidzy no. 

1622). 

Tidakkah mereka mengetahui betapa terhormatnya seorang Muslim itu?! Tidakkah mereka mengetahui betapa besar 

kemarahan Allah Ta‟ala atas pembunuh seorang Muslim?! 

Allah Ta‟ala berfirman: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu‟min dengan sengaja, maka balasannya ialah 

Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar 

baginya”. (QS. An-Nisâ` : 93) 

Dan Nabi shollallahu „alaihi wa „ala alihi wa sallam menegaskan: 

ٌٍِيْسٍُ ٍوُجَز ِوْتَق ٍِِْ ِ 

الله َٚيَػ ََُُْٕ٘أ اَُّّْٞدىا ُهاََٗصَى 

“Sungguh sirnanya dunia lebih ringan di sisi Allah dari membunuh (jiwa) seorang muslim.” (Hadits Abdullah bin „Amr 

radhiyallahu „anhuma riwayat At-Tirmidzy no. 1399, An-Nasa`i 7/ 82, Al-Bazzar no. 2393, Ibnu Abi „ashim dalam Az- 

Zuhd no. 137, Al-Baihaqy 8/22, Abu Nu‟aim dalam Al-Hilyah 7/270 dan Al-Khathib 5/296. Dan dishohihkan oleh 

Syaikh Al-Albany rahimahullah dalam Ghayatul Maram no. 439). 

 

Pelanggaran Keempat: Membunuh orang kafir tanpa pandang bulu 

Inilah salah satu pelanggaran Teroris dalam berjihad yang menunjukkan pemahaman mereka yang sangat dangkal 

tentang hukum-hukum agama dan penjelasan para Ulama. 

Ketahuilah, para Ulama dari masa ke masa telah menjelaskan bahwa tidak semua orang kafir yang boleh untuk 

dibunuh, maka pahamilah jenis-jenis orang kafir berikut ini: 

Pertama, kafir harbiy, yaitu orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, inilah orang kafir yang boleh untuk dibunuh. 

Kedua, kafir dzimmy, yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum Muslimin, tunduk dengan aturan-aturan yang ada 

dan membayar jizyah (sebagaimana dalam hadits Buraidah di atas), maka tidak boleh dibunuh. 

Ketiga, kafir mu‟ahad, yaitu orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum Muslimin untuk tidak saling berperang, 

selama ia tidak melanggar perjanjian tersebut maka tidak boleh dibunuh. 

Keempat, kafir musta‟man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum Muslimin, atau sebagian 

kaum Muslimin, maka tidak boleh kaum Muslimin yang lainnya untuk membunuh orang kafir jenis ini. Dan termasuk 

Wahyu Kresna El Haidar | http://elfaruq.wordpress.com 4 

 

dalam kategori ini adalah para pengunjung suatu negara yang diberi izin masuk oleh pemerintah kaum Muslimin 

untuk memasuki wilayahnya. 

Banyak dalil yang melarang pembunuhan ketiga jenis orang kafir di atas, bahkan terdapat ancaman yang keras 

dalam sabda Rasulullah shollallahu „alaihi wa alihi wa sallam: 

اًٍاَػ َِِْٞؼَبْزَأ ِةَسِْٞسٍَ ٍِِْ ُدَجُْ٘ت اََٖذِْٝز َُِّإَٗ ِتََّْجْىا َتَذِئاَز ْحَسَٝ ٌَْى اًدَٕاَؼٍُ َوَتَق ٍَِْ 

“Siapa yang membunuh kafir mu‟ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium 

dari perjalanan empat puluh tahun”. (HR. Al-Bukhary no. 3166, 6914, An-Nasa`i 8/25 dan Ibnu Majah no. 2686). 

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berpendapat bahwa kata mu‟ahad dalam hadits di atas mempunyai cakupan yang 

lebih luas. Beliau berkata, “Dan yang diinginkan dengan (mu‟ahad) adalah setiap yang mempunyai perjanjian dengan 

kaum muslimin, baik dengan akad jizyah (kafir dzimmy), perjanjian dari penguasa (kafir mu‟ahad), atau jaminan 

keamanan dari seorang muslim (kafir musta‟man).” (Fathul Bary 12/259). 

(Disarikan dari buku Meraih Kemuliaan melalui Jihad Bukan Kenistaan, karya Al-Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah. 

Semua dalil, takhrij hadits dan perkataan Ulama di atas dikutip melalui perantara buku tersebut, jazallahu muallifahu 

khairon). 

 

Peringatan: Cadar, Celana Ngatung dan Janggut bukan Ciri-ciri Teroris 

Ketahuilah wahai kaum Muslimin, menggunakan cadar bagi wanita muslimah, mengangkat celana jangan sampai 

menutupi mata kaki dan membiarkan janggut tumbuh bagi seorang laki-laki Muslim adalah kewajiban agama dan 

tidak ada hubungannya sama sekali dengan terorisme, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti bukti-buktinya 

insya Allah dari al-Qur‟an dan as-Sunnah serta penjelasan para Ulama ummat. 

Benar bahwa sebagian Teroris juga mengamalkan kewajiban-kewajiban di atas, namun apakah setiap yang 

mengamalkannya dituduh Teroris?! Kalau begitu bersiaplah menjadi bangsa yang teramat dangkal pemahamannya… 

Maka inilah keterangan ringkas yang insya Allah dapat meluruskan kesalah pahaman. 

 

Pertama: Dasar kewajiban menggunakan cadar bagi Muslimah 

Firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri 

orang mu‟min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya 

mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha 

Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59) 

Perhatikanlah, ayat ini memerintahkan para wanita untuk menutup seluruh tubuh mereka tanpa kecuali. Berkata As- 

Suyuthi rahimahullah, “Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup 

kepala dan wajah bagi wanita.” (Lihat Hirasatul Fadhilah, hal. 51, karya Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid 

rahimahullah) . 

Istri Nabi shallallahu‟alaihi wa sallam yang mulia: „Aisyah radhiyallahu‟anha dan para wanita di zamannya juga 

menggunakan cadar, sebagaimana penuturan „Aisyah radhiyallahu‟anha berikut: 

“Para pengendara (laki-laki) melewati kami, di saat kami (para wanita) berihram bersama-sama Rasulullah 

shallallahu„alaihi wa sallam. Maka jika mereka telah dekat kepada kami, salah seorang di antara kami menurunkan 

jilbabnya dari kepalanya sampai menutupi wajahnya. Jika mereka telah melewati kami, maka kami membuka wajah.” 

(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain). 

 

Kedua: Dasar kewajiban mengangkat celana, jangan sampai menutupi mata kaki bagi laki-laki Muslim 

Banyak sekali dalil yang melarang isbal (memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki), diantaranya sabda 

Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu: 

“Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhori, no. 5787). 

Dan hadits „Aisyah radhiyallahu‟anha: 

“Bagian kain sarung yang terletak di bawah mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Ahmad, 6/59,257). 

 

Ketiga: Dasar kewajiban membiarkan janggut tumbuh bagi laki-laki Muslim 

Dari Ibnu Umar radhiyallahu „anhuma, beliau berkata: “Nabi shallallahu „alaihi wa sallam memerintahkan untuk 

memotong kumis dan membiarkan janggut.” (HR. Muslim no. 624). 

Wahyu Kresna El Haidar | http://elfaruq.wordpress.com 5 

 

Juga dari Ibnu Umar radhiyallahu „anhuma, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: 

“Berbedalah dengan orang-orang musyrik; potonglah kumis dan biarkanlah janggut.” (HR. Muslim no. 625). 

Dan masih banyak hadits lain yang menunjukkan perintah Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam untuk membiarkan 

janggut tumbuh, sedang perintah hukum asalnya adalah wajib sepanjang tidak ada dalil yang memalingkannya dari 

hukum asal. 

 

Demikianlah penjelasan ringkas dari kami, semoga setelah mengetahui ini kita lebih berhati-hati lagi dalam menyikapi 

orang-orang yang mengamalkan sejumlah kewajiban di atas. Tentu sangat tidak bijaksana apabila kita 

mengeneralisir setiap orang yang nampak kesungguhannya dalam menjalankan agama sebagai teroris atau bagian 

dari jaringan teroris, bahkan minimal ada dua resiko berbahaya apabila seorang mencela dan membenci satu 

kewajiban agama atau membenci orang-orang yang mengamalkannya (disebabkan karena amalan tersebut): 

Pertama: Berbuat zhalim kepada wali-wali Allah, sebab wali-wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa 

menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik perintah itu wajib maupun sunnah. Dan barangsiapa 

yang memusuhi wali Allah dia akan mendapatkan kemurkaan Allah „Azza wa Jalla. 

Allah Ta‟ala berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan 

tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus: 62-63) 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu„alaihi wa sallam bersabda, 

“Sesungguhnya Allah Ta‟ala berfirman, „Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang 

terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada amal 

yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunnah 

sampai Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk 

mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk 

berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Kalau dia meminta kepada-Ku pasti akan Aku beri. Dan 

kalau dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti akan Aku lindungi.‟.” (HR. Bukhari, lihat hadits Arba‟in ke-38). 

Faidah: Para Ulama menjelasakan bahwa makna, “Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, 

Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah 

kakinya yang dia gunakan untuk melangkah” adalah hidayah dari Allah Ta‟ala kepada wali-Nya, sehingga ia tidak 

mendengar kecuali yang diridhai Allah, tidak melihat kepada apa yang diharamkan Allah dan tidak menggunakan kaki 

dan tangannya kecuali untuk melakukan kebaikan. 

Kedua: Perbuatan tersebut bisa menyebabkan kekafiran, sebab mencela dan membenci satu bagian dari syari‟at 

Allah Jalla wa „Ala, baik yang wajib maupun yang sunnah, atau membenci pelakunya (disebabkan karena syari‟at 

yang dia amalkan) merupakan kekafiran kepada Allah Tabaraka wa Ta‟ala. 

Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah pada pembatal keislaman yang kelima: 

“Barangsiapa membenci suatu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam walaupun dia 

mengamalkannya, maka dia telah kafir.” 

Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman: “Yang demikian karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang 

diturunkan Allah (Al-Qur‟an) lalu Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9) 

Maka berhati-hatilah wahai kaum Muslimin. 

Dan kepada Ikhwan dan Akhwat yang telah diberikan hidayah oleh Allah untuk dapat menjalankan kewajiban- 

kewajiban di atas hendaklah bersabar dan tetap tsabat (kokoh) di atas sunnah, karena memang demikianlah 

konsekuensi keimanan, mesti ada ujian yang menyertainya. 

Dan wajib bagi kalian untuk senantiasa menuntut ilmu agama dan menjelaskan kepada ummat dengan hikmah dan 

lemah lembut, serta hujjah yang kuat agar terbuka hati mereka insya Allah, untuk menerima kebenaran ilmu yang 

berlandaskan al-Qur‟an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, bukan pemahaman Teroris. Wallohul 

Musta‟an. 

 

Tanah Baru, Depok, 3 Ramadhan 1430 H. 

Sumber : 

Publikasi Ahlussunnah Jakarta  

http://ahlussunnah- jakarta.com/ artikel_detil. php?id=374 

Rabu, 30 September 2009

Delapan Hikmah

Luqman Hakim berkata kepada putranya: Wahai putraku, seribu hikmah kupelajari, kupilih darinya empat ratus hikmah, dan dari empat ratus itu kuambil delapan kalimat yang merupakan kumpulan segenap kalimat hikmah:

Putraku! Dua hal yang tidak boleh engkau lupakan sama sekali:

1. Tuhan

2. Kematian

Dua hal yang senantiasa harus engkau lupakan:

1. Kebaikan yang engkau lakukan kepada seseorang

2. Kejahatan yang orang lain lakukan kepadamu

Jagalah empat perkara:

1. Lisanmu pada setiap majelis yang engkau masuki

. Perutmu pada setiap perjamuan yang engkau hadiri

3. Matamu pada setiap rumah yang engkau datangi

4. Hatimu pada setiap salat yang engkau kerjai.


Selasa, 29 September 2009

Keberkahan Orang Tua

Seorang sahabat suatu malam bertamu ke rumah. Dari wajahnya yang nampak lelah dan kusut, kelihatan sekali dia berada dalam keadaan sulit. Selang berbasa basi dan membahas banyak hal, akhirnya dia utarakan juga masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.

Dia membuka curhatnya dengan keluhan mengenai keadaan ekonominya yang semakin memburuk dan isterinya yang sekarang sakit-sakitan sehingga mengakibatkan keadaan rumah tangga mereka berada dalam masalah serius.

Kalau saya boleh menganalisa, kemunduran ekonomi keluarga kami justru terjadi tak lama setelah ibu meninggal dunia, katanya seolah menegaskan. Sewaktu kami masih merawat ibu, rasanya semua usaha yang saya lakukan mudah dan menghasilkan rejeki yang lumayan. Kakak dan saudara-saudara rajin bertandang, sehingga hubungan kami hangat dan mesra dengan mereka. Intinya, keberadaan ibu di rumah kami justru membawa berkah tersendiri, di balik perasaan repot yang kami rasakan.

Repot? Ah, begitulah selalu perasaan seorang anak apabila dihadapkan pada kewajiban mengurus dan merawat orang tua saat mereka sudah uzur. Sang anak beranggapan, bahwa kehadiran satu orang tua di tengah keluarga mereka akan menambah beban tidak saja secara ekonomi tetapi juga secara sosial. Sehingga, kebanyakan lebih memilih memberikan bantuan secara ekonomi dibanding menampung satu atap dalam keluarga mereka.

Padahal, apa yang kebanyakan kita sangka sebagai beban, justru ternyata di baliknya terdapat banyak keberkahan. Seperti cerita teman saya tadi, keberadaan orang tuanya telah membuat jalinan silaturahmi yang hangat dengan saudara dan kakak-kakaknya. Bukankan silaturahmi juga merupakan salah satu pembuka pintu rejeki?

Belum lagi kemustajaban doa orang tua. Saya yakin, tanpa dimintapun pastilah orang tua selalu mendoakan anaknya demi kebaikan dan keselamatan mereka. Apalagi bila kita merawat mereka, tentu doa-doa merupakan wujud terima kasih mereka. Belum lagi ganjaran pahala yang luar biasa karena merawat orang tua kita disaat mereka memang sangat membutuhkan.

Dari semua itu, rasanya memang tak berlebihan bila dikatakan bahwa keberadaan orang tua dalam rumah tangga kita justru merupakan keberkahan dan ladang pahala yang luar biasa bagi anak-anaknya.

Itulah mengapa kedudukan orang tua dalam pandangan Islam memang sangat tinggi. Penghormatan kepada mereka berada langsung di bawah penghormatan dan taat kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah pun tegas-tegas berfirman agar kita berlaku lemah lembut kepada mereka;

…… dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya ucapan yang mulia........ (Al-Isra’: 23-24)

Tak terasa, saya pun teringat diri saya sendiri yang telah yatim piatu. Betapa menyesalnya saya tak memanfaatkan kesempatan untuk merawat mereka disaat mereka masih ada. Setetes air mata dan sebait doa mengalun lembut dalam hati saya: “Ya Rabb, ampunilah hamba yang tak kan pernah bisa membalas semua pegorbanan dan ketulusan cinta mereka. Ampunillah dosa orang tua hamba dan terimalah amal kebaikan mereka.” Amin…


Dari:

Eramuslim"

Hidup Dengan Kualitas Kesurgaan

Hidup dengan kualitas kesurgaan bisa dimulai di dunia ini, dengan mulai membiasakan diri hidup dengan cara-cara yang akan kita gunakan di surga.

 

Di surga, setiap pribadi dari kita akan berlaku sangat santun kepada satu sama lain.

 

Di surga kita tidak membeda-bedakan orang berdasarkan ras, suku, agama, atau nasionalitas. Kita tidak saling membandingkan diri dalam status sosial, harta, tingkat pendidikan, siapa teman-teman kita, di mana kita tinggal

 

Di surga kita mengisi pikiran dan hati kita hanya dengan kebaikan dan kasih sayang. Kita hanya melakukan kebaikan dengan penuh kasih sayang. Kita tidak memiliki kemampuan lain kecuali kemampuan untuk merasakan nikmat yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih.

 

Maka siapa pun yang berkesungguhan untuk membiasakan diri dengan kualitas pikiran, perasaan, dan tindakan indah yang pantas bagi pergaulan di surga – ia seperti telah memulai kehidupan surga-nya di dunia.

 

………..

 

 

Di mana kah Tuhan berada?

 

Tuhan berada di mana-mana. Maka, ke mana pun kita menghadapkan wajah kita, sebetulnya kita menghadap kepada Tuhan.

 

Maka,

 

Kita selalu, setiap saat, menghadapkan wajah kita kepada Tuhan.

 

Dan semua keadaan dan kejadian, ada di antara kita dan Tuhan.

 

Apa pun yang terjadi, terjadi kepada Anda dalam kehadiran Tuhan. Dan sadarilah bahwa Anda sedang berada dalam pengamatan.

 

Apakah Anda akan tetap berlaku baik di hadapan kejadian yang buruk, yang berada di antara Anda dan Tuhan?

 

Apakah Anda akan tetap berlaku baik, karena Anda sadar bahwa Tuhan sedang mengamati Anda?

 

Ataukah kejadian yang buruk itu memberikan alasan bagi Anda untuk berlaku buruk di hadapan Tuhan?

 

Apakah Anda menyadari bahwa kejadian buruk itu adalah untuk menguji kualitas kesadaran Anda bahwa Tuhan sedang mengamati?

 

Bukankah Anda yang selalu menasehatkan kepada orang lain bahwa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar?

 

Lalu mengapakah kejadian kecil yang tidak terlalu buruk seperti itu, cukup untuk membuat Anda berlaku tidak hormat di hadapan Tuhan?

 

………..

 

Jika kita menyadari kesinambungan perhatian dan pengamatan Tuhan kepada kita, maka marilah kita menjaga kebersihan pikiran kita, memelihara kebeningan hati kita, dan menetapkan keindahan perilaku kita.

 

………..

 

Jika kita telah mengumumkan kepada diri sendiri dan kepada dunia, bahwa kita mencintai Tuhan, maka marilah kita membuktikan kecintaan kita kepada Tuhan dengan memuliakan kehidupan.

 

Bukti bahwa kita mencintai Tuhan, adalah kita mencintai kehidupan dan semua pengisinya.

 

Ada orang yang tidak mampu membayangkan dirinya mencintai dunia, karena dia takut mengurangi cintanya kepada akhirat.

 

Bagaimana mungkin kita menyepelekan kehidupan dunia, padahal semua kualitas kehidupan kita di akhirat nanti ditentukan oleh kualitas kita sebagai pribadi dalam kehidupan di dunia?

 

Bukankah semua proses pemuliaan Tuhan yang akan memantaskan diri kita bagi keindahan kehidupan akhirat – itu semua – kita lakukan di dunia ini, saat kita masih hidup?

 

Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bermanfaat bagi orang lain?

 

Di manakah kita membangun kemampuan untuk bermanfaat bagi orang lain itu – kecuali di dunia?

 

Bukankah semua doa dan pujian kita kepada Tuhan menjadi semakin indah, jika doa dan pujian itu kita rambatkan ke langit sebagai pensyukuran kewenangan untuk menjadi pribadi yang berguna bagi banyak orang?

 

………..

 

Hidup ini memang sementara.

 

Tetapi tidak ada satu detik pun dalam kehidupan yang sementara ini yang boleh ditelantarkan.

 

Jika kita berbicara serius, kita mengawalinya dengan ‘demi Tuhan’.

 

Dan karena Tuhan juga serius saat Beliau berfirman tentang waktu, Tuhan mengawalinya dengan ‘demi masa’.

 

Jika kita menghitung penggunaan waktu kita, sebetulnya setiap orang sedang merugi.

 

Kita rugi karena tidak mengisi waktu yang dihadiahkan Tuhan itu, dengan pikiran baik, perasaan baik, dan tindakan baik.

 

Hidup ini memang sementara.

 

Tetapi siapakah dari kita yang bisa bertahan kelaparan selama empat hari saja?

 

Hidup ini memang sementara.

 

Tetapi siapakah yang mengajarkan kepada kita untuk memiskinkan keluarga hanya karena pengertian kita mengenai sementara itu kurang tepat?

 

Jika hidup ini memang sementara, mengapakah kita mengeluh dalam kelemahan dan kekurangan?

 

Hidup ini memang sementara, jika kita dibandingkan dengan panjangnya keindahan hidup di akhirat.

 

Tetapi, jika dibandingkan dengan penderitaan karena rasa sakit, kelaparan, keterpinggiran, kemiskinan, dan ketertindasan – hidup di dunia ini sangaaaaaaaaaaat panjang.

 

Maka, janganlah pengertian mengenai kesementaraan hidup di dunia – jika dibandingkan dengan panjangnya kehidupan akhirat, menjadikan kita orang-orang yang menelantarkan kehidupan di dunia ini.

 

………..

 

Jika kehidupan dunia ini sementara, hanya mampir minum, dan tidak penting,

 

mengapakah pribadi pilihan Tuhan yang diperkenalkan kepada kita sebagai Utusan Tuhan,

 

juga dikenakan keharusan untuk meneladankan kesetiaan kepada kebenaran – sebagaimana yang diajarkan oleh sang utusan kepada kita?

 

Mengapakah Tuhan mengharuskan para Rasul dan Nabi untuk berlaku baik di dunia?

 

Mengapakah para Rasul dan Nabi juga meneladankan kehidupan dunia yang sejahtera, berbahagia, dan cemerlang?

 

Mungkin itu semua dimasukkan, agar kita menjadikan kehidupan dunia ini sebagai pembangun keindahan kehidupan akhirat kita.

 

Karena kehidupan di dunia ini tidak boleh ditelantarkan, hanya karena kita lebih memuliakan kehidupan akhirat.

 

………..

 

Marilah kita sadari, bahwa keindahan kehidupan kita di akhirat nanti – dibangun oleh keindahan kehidupan kita di dunia, karena kita menjaga kejernihan dari pikiran kita, memelihara kebeningan dari hati kita, dan menetapkan keindahan dari perilaku kita,

 

agar kita menjadi sebaik-baiknya pribadi bagi Tuhan,

 

karena kita menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain,

 

karena kita menjadi pribadi yang memuliakan orang tua, keluarga, dan siapa pun yang kita layani,

 

karena kita memelihara kelestarian alam,

 

dan karena kita hidup untuk Tuhan,

 

agar kematian kita menjadi gerbang yang indah, yang menghubungkan kehidupan kita di dunia ini, dengan kehidupan kita di akhirat – di surga.

 

Maka marilah kita ikhlaskan diri kita kepada kebaikan, karena hanya kebaikan yang membaikkan.

 

Hanya kebaikan yang mengindahkan.

 

Maka,

 

Jika kita hidup dengan indah, sebetulnya kehidupan adalah perjalanan indah yang tak terputus – antara dunia dan surga.

 

………..

 

Sahabat-sahabat saya yang terkasih,

 

Begitu dulu ya?

 

Mudah-mudahan kita menjadi lebih hadir dalam kehidupan kita ini, yang keindahannya ditentukan oleh kesungguhan kita untuk mengindahkannya.

 

Marilah kita mulai dengan berlaku santun kepada diri sendiri, dan kepada siapa pun yang kita temui hari ini,

 

karena kita telah menjadi lebih sadar akan pengamatan Tuhan atas perilaku kita terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.

 

Teleponlah kekasih Anda. Jika Anda telah menikah, kekasih Anda itu adalah istri atau suami Anda.

 

Teleponlah dia, dan beritahulah dia bagaimana Anda mensyukuri kehidupan ini, karena telah diijinkan Tuhan untuk mengasihinya.

 

Katakanlah bahwa Anda menyayanginya, bahwa Anda mencintainya.

 

Dia berhak untuk mengetahui bahwa dia adalah pribadi yang penting dalam kehidupan Anda.

 

Dia-lah yang menjadikan kehidupan Anda bernilai.


 

Di Kutip dari: 

Tulisan:

Mario Teguh

Founder | MTSuperClub