Rabu, 30 September 2009

Delapan Hikmah

Luqman Hakim berkata kepada putranya: Wahai putraku, seribu hikmah kupelajari, kupilih darinya empat ratus hikmah, dan dari empat ratus itu kuambil delapan kalimat yang merupakan kumpulan segenap kalimat hikmah:

Putraku! Dua hal yang tidak boleh engkau lupakan sama sekali:

1. Tuhan

2. Kematian

Dua hal yang senantiasa harus engkau lupakan:

1. Kebaikan yang engkau lakukan kepada seseorang

2. Kejahatan yang orang lain lakukan kepadamu

Jagalah empat perkara:

1. Lisanmu pada setiap majelis yang engkau masuki

. Perutmu pada setiap perjamuan yang engkau hadiri

3. Matamu pada setiap rumah yang engkau datangi

4. Hatimu pada setiap salat yang engkau kerjai.


Selasa, 29 September 2009

Keberkahan Orang Tua

Seorang sahabat suatu malam bertamu ke rumah. Dari wajahnya yang nampak lelah dan kusut, kelihatan sekali dia berada dalam keadaan sulit. Selang berbasa basi dan membahas banyak hal, akhirnya dia utarakan juga masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.

Dia membuka curhatnya dengan keluhan mengenai keadaan ekonominya yang semakin memburuk dan isterinya yang sekarang sakit-sakitan sehingga mengakibatkan keadaan rumah tangga mereka berada dalam masalah serius.

Kalau saya boleh menganalisa, kemunduran ekonomi keluarga kami justru terjadi tak lama setelah ibu meninggal dunia, katanya seolah menegaskan. Sewaktu kami masih merawat ibu, rasanya semua usaha yang saya lakukan mudah dan menghasilkan rejeki yang lumayan. Kakak dan saudara-saudara rajin bertandang, sehingga hubungan kami hangat dan mesra dengan mereka. Intinya, keberadaan ibu di rumah kami justru membawa berkah tersendiri, di balik perasaan repot yang kami rasakan.

Repot? Ah, begitulah selalu perasaan seorang anak apabila dihadapkan pada kewajiban mengurus dan merawat orang tua saat mereka sudah uzur. Sang anak beranggapan, bahwa kehadiran satu orang tua di tengah keluarga mereka akan menambah beban tidak saja secara ekonomi tetapi juga secara sosial. Sehingga, kebanyakan lebih memilih memberikan bantuan secara ekonomi dibanding menampung satu atap dalam keluarga mereka.

Padahal, apa yang kebanyakan kita sangka sebagai beban, justru ternyata di baliknya terdapat banyak keberkahan. Seperti cerita teman saya tadi, keberadaan orang tuanya telah membuat jalinan silaturahmi yang hangat dengan saudara dan kakak-kakaknya. Bukankan silaturahmi juga merupakan salah satu pembuka pintu rejeki?

Belum lagi kemustajaban doa orang tua. Saya yakin, tanpa dimintapun pastilah orang tua selalu mendoakan anaknya demi kebaikan dan keselamatan mereka. Apalagi bila kita merawat mereka, tentu doa-doa merupakan wujud terima kasih mereka. Belum lagi ganjaran pahala yang luar biasa karena merawat orang tua kita disaat mereka memang sangat membutuhkan.

Dari semua itu, rasanya memang tak berlebihan bila dikatakan bahwa keberadaan orang tua dalam rumah tangga kita justru merupakan keberkahan dan ladang pahala yang luar biasa bagi anak-anaknya.

Itulah mengapa kedudukan orang tua dalam pandangan Islam memang sangat tinggi. Penghormatan kepada mereka berada langsung di bawah penghormatan dan taat kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah pun tegas-tegas berfirman agar kita berlaku lemah lembut kepada mereka;

…… dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya ucapan yang mulia........ (Al-Isra’: 23-24)

Tak terasa, saya pun teringat diri saya sendiri yang telah yatim piatu. Betapa menyesalnya saya tak memanfaatkan kesempatan untuk merawat mereka disaat mereka masih ada. Setetes air mata dan sebait doa mengalun lembut dalam hati saya: “Ya Rabb, ampunilah hamba yang tak kan pernah bisa membalas semua pegorbanan dan ketulusan cinta mereka. Ampunillah dosa orang tua hamba dan terimalah amal kebaikan mereka.” Amin…


Dari:

Eramuslim"

Hidup Dengan Kualitas Kesurgaan

Hidup dengan kualitas kesurgaan bisa dimulai di dunia ini, dengan mulai membiasakan diri hidup dengan cara-cara yang akan kita gunakan di surga.

 

Di surga, setiap pribadi dari kita akan berlaku sangat santun kepada satu sama lain.

 

Di surga kita tidak membeda-bedakan orang berdasarkan ras, suku, agama, atau nasionalitas. Kita tidak saling membandingkan diri dalam status sosial, harta, tingkat pendidikan, siapa teman-teman kita, di mana kita tinggal

 

Di surga kita mengisi pikiran dan hati kita hanya dengan kebaikan dan kasih sayang. Kita hanya melakukan kebaikan dengan penuh kasih sayang. Kita tidak memiliki kemampuan lain kecuali kemampuan untuk merasakan nikmat yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih.

 

Maka siapa pun yang berkesungguhan untuk membiasakan diri dengan kualitas pikiran, perasaan, dan tindakan indah yang pantas bagi pergaulan di surga – ia seperti telah memulai kehidupan surga-nya di dunia.

 

………..

 

 

Di mana kah Tuhan berada?

 

Tuhan berada di mana-mana. Maka, ke mana pun kita menghadapkan wajah kita, sebetulnya kita menghadap kepada Tuhan.

 

Maka,

 

Kita selalu, setiap saat, menghadapkan wajah kita kepada Tuhan.

 

Dan semua keadaan dan kejadian, ada di antara kita dan Tuhan.

 

Apa pun yang terjadi, terjadi kepada Anda dalam kehadiran Tuhan. Dan sadarilah bahwa Anda sedang berada dalam pengamatan.

 

Apakah Anda akan tetap berlaku baik di hadapan kejadian yang buruk, yang berada di antara Anda dan Tuhan?

 

Apakah Anda akan tetap berlaku baik, karena Anda sadar bahwa Tuhan sedang mengamati Anda?

 

Ataukah kejadian yang buruk itu memberikan alasan bagi Anda untuk berlaku buruk di hadapan Tuhan?

 

Apakah Anda menyadari bahwa kejadian buruk itu adalah untuk menguji kualitas kesadaran Anda bahwa Tuhan sedang mengamati?

 

Bukankah Anda yang selalu menasehatkan kepada orang lain bahwa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar?

 

Lalu mengapakah kejadian kecil yang tidak terlalu buruk seperti itu, cukup untuk membuat Anda berlaku tidak hormat di hadapan Tuhan?

 

………..

 

Jika kita menyadari kesinambungan perhatian dan pengamatan Tuhan kepada kita, maka marilah kita menjaga kebersihan pikiran kita, memelihara kebeningan hati kita, dan menetapkan keindahan perilaku kita.

 

………..

 

Jika kita telah mengumumkan kepada diri sendiri dan kepada dunia, bahwa kita mencintai Tuhan, maka marilah kita membuktikan kecintaan kita kepada Tuhan dengan memuliakan kehidupan.

 

Bukti bahwa kita mencintai Tuhan, adalah kita mencintai kehidupan dan semua pengisinya.

 

Ada orang yang tidak mampu membayangkan dirinya mencintai dunia, karena dia takut mengurangi cintanya kepada akhirat.

 

Bagaimana mungkin kita menyepelekan kehidupan dunia, padahal semua kualitas kehidupan kita di akhirat nanti ditentukan oleh kualitas kita sebagai pribadi dalam kehidupan di dunia?

 

Bukankah semua proses pemuliaan Tuhan yang akan memantaskan diri kita bagi keindahan kehidupan akhirat – itu semua – kita lakukan di dunia ini, saat kita masih hidup?

 

Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bermanfaat bagi orang lain?

 

Di manakah kita membangun kemampuan untuk bermanfaat bagi orang lain itu – kecuali di dunia?

 

Bukankah semua doa dan pujian kita kepada Tuhan menjadi semakin indah, jika doa dan pujian itu kita rambatkan ke langit sebagai pensyukuran kewenangan untuk menjadi pribadi yang berguna bagi banyak orang?

 

………..

 

Hidup ini memang sementara.

 

Tetapi tidak ada satu detik pun dalam kehidupan yang sementara ini yang boleh ditelantarkan.

 

Jika kita berbicara serius, kita mengawalinya dengan ‘demi Tuhan’.

 

Dan karena Tuhan juga serius saat Beliau berfirman tentang waktu, Tuhan mengawalinya dengan ‘demi masa’.

 

Jika kita menghitung penggunaan waktu kita, sebetulnya setiap orang sedang merugi.

 

Kita rugi karena tidak mengisi waktu yang dihadiahkan Tuhan itu, dengan pikiran baik, perasaan baik, dan tindakan baik.

 

Hidup ini memang sementara.

 

Tetapi siapakah dari kita yang bisa bertahan kelaparan selama empat hari saja?

 

Hidup ini memang sementara.

 

Tetapi siapakah yang mengajarkan kepada kita untuk memiskinkan keluarga hanya karena pengertian kita mengenai sementara itu kurang tepat?

 

Jika hidup ini memang sementara, mengapakah kita mengeluh dalam kelemahan dan kekurangan?

 

Hidup ini memang sementara, jika kita dibandingkan dengan panjangnya keindahan hidup di akhirat.

 

Tetapi, jika dibandingkan dengan penderitaan karena rasa sakit, kelaparan, keterpinggiran, kemiskinan, dan ketertindasan – hidup di dunia ini sangaaaaaaaaaaat panjang.

 

Maka, janganlah pengertian mengenai kesementaraan hidup di dunia – jika dibandingkan dengan panjangnya kehidupan akhirat, menjadikan kita orang-orang yang menelantarkan kehidupan di dunia ini.

 

………..

 

Jika kehidupan dunia ini sementara, hanya mampir minum, dan tidak penting,

 

mengapakah pribadi pilihan Tuhan yang diperkenalkan kepada kita sebagai Utusan Tuhan,

 

juga dikenakan keharusan untuk meneladankan kesetiaan kepada kebenaran – sebagaimana yang diajarkan oleh sang utusan kepada kita?

 

Mengapakah Tuhan mengharuskan para Rasul dan Nabi untuk berlaku baik di dunia?

 

Mengapakah para Rasul dan Nabi juga meneladankan kehidupan dunia yang sejahtera, berbahagia, dan cemerlang?

 

Mungkin itu semua dimasukkan, agar kita menjadikan kehidupan dunia ini sebagai pembangun keindahan kehidupan akhirat kita.

 

Karena kehidupan di dunia ini tidak boleh ditelantarkan, hanya karena kita lebih memuliakan kehidupan akhirat.

 

………..

 

Marilah kita sadari, bahwa keindahan kehidupan kita di akhirat nanti – dibangun oleh keindahan kehidupan kita di dunia, karena kita menjaga kejernihan dari pikiran kita, memelihara kebeningan dari hati kita, dan menetapkan keindahan dari perilaku kita,

 

agar kita menjadi sebaik-baiknya pribadi bagi Tuhan,

 

karena kita menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain,

 

karena kita menjadi pribadi yang memuliakan orang tua, keluarga, dan siapa pun yang kita layani,

 

karena kita memelihara kelestarian alam,

 

dan karena kita hidup untuk Tuhan,

 

agar kematian kita menjadi gerbang yang indah, yang menghubungkan kehidupan kita di dunia ini, dengan kehidupan kita di akhirat – di surga.

 

Maka marilah kita ikhlaskan diri kita kepada kebaikan, karena hanya kebaikan yang membaikkan.

 

Hanya kebaikan yang mengindahkan.

 

Maka,

 

Jika kita hidup dengan indah, sebetulnya kehidupan adalah perjalanan indah yang tak terputus – antara dunia dan surga.

 

………..

 

Sahabat-sahabat saya yang terkasih,

 

Begitu dulu ya?

 

Mudah-mudahan kita menjadi lebih hadir dalam kehidupan kita ini, yang keindahannya ditentukan oleh kesungguhan kita untuk mengindahkannya.

 

Marilah kita mulai dengan berlaku santun kepada diri sendiri, dan kepada siapa pun yang kita temui hari ini,

 

karena kita telah menjadi lebih sadar akan pengamatan Tuhan atas perilaku kita terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.

 

Teleponlah kekasih Anda. Jika Anda telah menikah, kekasih Anda itu adalah istri atau suami Anda.

 

Teleponlah dia, dan beritahulah dia bagaimana Anda mensyukuri kehidupan ini, karena telah diijinkan Tuhan untuk mengasihinya.

 

Katakanlah bahwa Anda menyayanginya, bahwa Anda mencintainya.

 

Dia berhak untuk mengetahui bahwa dia adalah pribadi yang penting dalam kehidupan Anda.

 

Dia-lah yang menjadikan kehidupan Anda bernilai.


 

Di Kutip dari: 

Tulisan:

Mario Teguh

Founder | MTSuperClub